STUDI KASUS PELANGGARAN PERINDUSTRIAAN


NAMA : PRISCO PRIMA SANDY
NPM : 35416801
KELAS : 2ID05











Tugas Hukum Industri
-Contoh Kasus UU Perindustrian-
Contoh Kasus UU Perindustrian
TEMPO.CO, Tangerang – Kepolisian Resor Kota Tangerang akhirnya merampungkan berkas perkara penyidikan penyekapan, penganiayaan, dan perbudakan buruh pabrik panci CV Sinar Logam di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.
Berkas perkara tujuh tersangka, yaitu Yuki Irawan, 41 tahun, pemilik pabrik dan empat anak buahnya: Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30), serta dua tersangka lainnya yang masih buron, diserahkan ke Kejaksaan Negeri Tigaraksa, Selasa, 11 Juni 2013.
“Penyerahan berkas perkara dilakukan pukul 10.00 tadi pagi,” ujar Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Kota Tangerang, Iptu Rolando Hutajulu, kepada Tempo siang ini.
Rolanda mengatakan, dalam merampungkan dan melengkapi berkas perkara tujuh tersangka tersebut, penyidik melakukan berbagai upaya, seperti memeriksa 52 saksi termasuk Kepala Desa Lebak Wangi, Mursan; bekas karyawan pabrik panci tersebut; dan saksi-saksi yang terkait kasus perbudakan buruh itu. “Termasuk kami juga jemput bola dengan melakukan pemeriksaan di Cianjur dan Lampung,” katanya.
Selain itu, kata Rolanda, Polres Kota Tangerang juga melibatkan sejumlah ahli, seperti ahli perindustrian, ahli perlindungan anak, ahli pidana, dan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) dalam menjerat para pelaku perbudakan tersebut.
Para pelaku dijerat enam pasal berlapis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni Pasal 333 tentang Perampasan Kemerdekaan Prang, Pasal 351 tentang Penganiayaan, Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 88 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Pasal 372 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan.
Satu tambahan pasal, yaitu pelanggaran Undang-Undang Tenaga Kerja yang dilakukan oleh Yuki cs, menurut Rolanda, menjadi kewenangan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang. “Jadi kami hanya menjerat enam pasal tersebut,” kata dia.
Polres Kota Tangerang membongkar praktek perbudakan yang diduga dilakukan oleh Yuki dan kawan-kawan pada Jumat, 3 Mei 2013, sekitar pukul 14.00. Di lokasi pabrik, polisi menemukan 25 buruh beserta lima mandor yang sedang bekerja. Polisi juga menemukan enam buruh yang sedang disekap dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

Penjabaran  :
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting.
Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasilhasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun. Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hokum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-
Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya “etatisme” dan sistem “free fight liberalism”. Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif. Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi.
 Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat. Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat.
Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas. Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula. Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai pembangunan industri ini. Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup. Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
Dengan kasus diatas jelas ini melanggar perundang undangan industri kita, adapun pasal yang dapat dikenakan bagi para pelaku ialah;
-      Pasal 333 tentang Perampasan Kemerdekaan,
Pasal ini dikenakan karena para korban tidak mendapatkan hasil, atau mengalami penipuan oleh para pelaku.
-      Pasal 351 tentang Penganiayaan,
Pasal ini dikenakan karena para pelaku melakukan tindak kekerasan kepada para korban.
-      Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,
  1. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
  2. Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
-     Pasal 88 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Setiap yang bekerja adalah termasuk sebagai anak, sehingga bias jadi apabila pekerja dibawah umur ini akan bias diberlakukan
-      Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang,
Dalam melakukan aksinya para pelaku melakukan transaksi perdagangan orang (human traffic) dimana para pelaku dapat dikenakan pasal ini.
-      Pasal 372 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan.
Mengenai penggelapan ini tentu masuk kedalam pasal ini karena para pelaku telah menipu para pekerjanya.
Kritik :
Dari studi kasus yang ada, sangat disayangkan tidak dijelaskan sudah berapa lama kejadian perbudakan itu berlangsung yang dijelaskan/ dicantumkan hanya waktu pembongkaran kejadiannya.
Saran :
Setiap seseorang atau dalam bentuk grup ingin membangun usaha perindustrian sebaiknya lebih dilakukan poengecekan lagi terhadap bangunannya, Karyawan nya, surat izin perusahaan nya, dan setiap bulannya sebaiknya pemerintah melakukan inspeksi atau kunjungan kw tiap tiap perindustrian jadui untuk mengetahui bagaimana keadaan yang terjadi.
kesimpulan:
menurut saya hukum diindonesia harus diperkuat lagi penerapannya, kalau perlu harus ada tindakan khusus keras agar nantinya ini dijadikan contoh bahwa setiap pelanggar harus berfikir ulang sebelum melakukan tindak pelanggaran. hukum adalah sebuah paksaan yang keberadaannya harus jelas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DASAR-DASAR KEWIRAUSAHAAN

Pengertian Organisasi Profesi (ETIKA PROFESI)

Tugas tanggapan studi kasus tentang hak cipta mata kuliah Hukum Industri